DI SEPANJANG GARIS KEJADIAN, ADA TITIK YANG JARANG KITA JADIKAN LINGKARAN HIKMAH BAHKAN SELALU DIANGGAP SEBAGAI KURVA KETIDAKADILAN***KADANGKALA ALLAH MEMBUKA PINTU HIDAYAH HAMBANYA MELALUI MAKSIATNYA

Selasa, 05 April 2016

Statistik untuk Menguji Pemimpin Kafir Adil Lebih Baik dari Muslim Zalim




Akhir-akhir ini sering muncul headline “Pemimpin Kafir Adil Lebih Baik dari Muslim Zalim”. Menyebarnya pernyataan ini terkait dengan pencalonan Ahok menjadi kepala daerah (gubernur) untuk periode kedua pada pemilihan gubernur DKI 2017 mendatang. Tanpa berpikir panjang, kalimat tersebut mengemuka karena penolakan beberapa kalangan muslim yang tidak sudi dan ridho Ahok menjadi pemimpin DKI yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Terlepas dari kontroversi pemahaman pemuka agama atas penafsiran ayat Alquran yang mengharamkan pemimpin non muslim di tengah-tengah mayoritas penduduknya beragam islam, tulisan ini hanya akan melihat dari kajian ilmiah/ riset sosial yang biasa ditulis oleh mahasiswa dalam penyusunan tugas akhir perkuliahan (skripsi). Jika kajian ini ada yang menindaklajuti, maka kesimpulan akhir (hasilnya) dapat dipertangungjawabkan, sehingga bagi yang pro maupun kontra dapat dengan mudah membantah berdasar pada data bukan asumsi yang tendensius.   
Kata “lebih baik” dalam matematika dapat disimbolkan dengan >. Hal ini mengarah pada hipotesis penelitian dan statistik uji satu arah, yang ujinya akan dilihat dari daerah sebelah kanan kurva normal.
Dalam penelitian, sudah tentu akan dirumuskan hipotesis (dugaan sementara) atas sebuah variabel. Jika dikaitkan dengan variabel maka bisa saja dibuat hipotesis sebagai berikut.
H0           : pemimpin kafir adil lebih baik dari muslim zalim
H1           : pemimpin kafir adil tidak lebih baik (lebih jelek) atau sama dari muslim zalim
Kemudian seorang peneliti akan mengambil data dari sampel yang representatif untuk mendukung dan menguji hipotesis mana yang diterima.
Kesimpulannya, pernyataan “Pemimpin Kafir Adil Lebih Baik dari Muslim Zalim” atau sebaliknya, secara riset sosial belum dikatakan sebagai kesimpulan atau dengan bahasa lain belum diuji secara statistik.
Saya kira uji ini perlu, karena yang terjadi adalah penafsiran atas ayat yang masing-masing pendapat terbawa oleh kepentingan dan berbasis bukan data lapangan. Padahal seharusnya statement itu harus didukung data lapangan karena kepemimpinan terkait dengan hubungan antara manusia.
Jadi siapa yang mau meneliti??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar